Selasa, 29 Maret 2011

LO :
1. Bagaimana mekanisme munculnya manifestasi klinis pada pasien? (kok semua itu bisa muncul, gimana sih...apa penyebabnya)
2. Adakah pengaruh umur, jenis kelamin, dan aktivitas seksual dengan gejala yang dialami pasien?
3. Adakah hubungan antar riwayat penyakit sekarang dengan riwayat penyakit dahulu?
4. Mengapa penurunan jumlah trombosit tidak diikuti dengan kenaikan atau penurunan jumlah leukosit?
5. Bagaimana mekanisme normal hemostatis?
6. Apa yang sebenarnya terjadi pada pasien?
7. Apa saja obat hemostatis itu? Bagaimana sih cara kerja obat hemostatis?
8. Apa saja pemeriksaan lanjutan yang diperlukan pasien?
9. Mengapa purpura hanya terjadi pada paha kanan-kiri dan bukan bagian lain? Adakah hubungannya?
10. Kira-kira apa penyebab penyakit yang diderita pasien?
11. Bagaimana peran fisiologis trombosit pada tubuh dan apa akibatnya jika trombosit turun atau mengalamai gangguan?
12. Kira-kira apa saja Ddnya dan bagaimana pemeriksaaannya?


Trus PR dari dr tonang....
Selain purpura...apa saja perdarahan di kulit?
Apakah bedanya antara perdarahan di dalam kulit dengan diluar kulit?
Apa itu homeostasis?
Apa itu metorargie?

Selasa, 22 Maret 2011

pembahasan kelompok tutorial kuuu tentang ANEMIA

BAB II
PEMBAHASAN

Dari masalah dalam skenario, diagnosis tepat untuk Samson belum dapat ditentukan. Karena belum adanya data-data pemeriksaan laboratorium. Namun dari penurunan kadar Hemoglobin, dimungkinkan Samson mengalami defisiensi zat gizi besi. Defisiensi besi belum tentu selalu mengakibatkan anemia, karena dalam tubuh sendiri terdapat mekanisme yang menjaga tersedianya besi untuk sintesis hemoglobin jika besi tidak terdapat dalam diet. Jika defisiensi terlanjur dalam kondisi yang berat, baru akan menimbulkan gejala-gejala klinis anemia. Berikut ini adalah klasifikasi derajat defisiensi besi:
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi besi : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tapi belum timbul anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong, dan menimbulkan gejala-gejala anemia.
Gejala-gejala anemia secara umum biasa disebut dengan sindrom anemia. Gejalanya yang muncul biasanya terjadi karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Keadaan ini biasanya baru muncul jika Hb < 7 gr/dl. 1. Rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. 2. Pada pemeriksaan fisik terdapat pucat konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku. Sedangkan gejala khas pada anemia antara lain: 1. Anemia defisiensi besi a. Koilonychias : kuku sendok, rapuh, bergaris vertical, dan menjadi cekung mirip sendok. b. Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatotitis angularis (cheilosis): peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak pucat keputihan. d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel faring e. Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida f. Pica : keinginan memakan bahan makanan yang tidak lazim 2. Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi B12. 3. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, hepatomegali. 4. Anemia anaplastik : perdarahan dan tanda infeksi. Seperti yang telah disebutkan pula bahwa anemia bukanlah suatu penyakit tertentu melainkan suatu gejala atau kelainan patofisiologik yang mendasar yang diurai melalui kecermatan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Anemia merupakan suatu gejala yang ditimbulkan karena berkurangnya kuantitas sel darah merah hingga dibawah normal, berkurangnya kuantitas hemoglobin (Hb), dan volume packed red blood cell (hematokrit). Menyangkut scenario, dinyatakan bahwa Hb Samson 8 g/dl. Kadar Hb ini termasuk rendah. Hal ini mengacu pada anemia. Anak-anak umur 6 bulan sampai 6 tahun tergolong anemia bila kadar hemoglobinnya kurang dari 11 g/dl. Hb rendah ini terjadi karena penurunan jumlah hemoglobin. Salah satu penyeba turunnya hemoglobin adalah kurangnya asupan bahan pembuat hemoglobin, salah satunya adalah besi (Fe). Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya bahwa lebih dari dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin melalui mekanisme bessi ferro dalam saluran pencernaan. Zat besi merupakan zat gizi essensial dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga untuk elemen penting lainnya (mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase). Penyerapan zat besi dalam tubuh berkisar antara < 1 - > 50%, dan bergantung pada mukosa intestine, kebutuhan tubuh, dietary content, bioavalibility, kecepatan produksi eritrocyte. Rata-rata absorbsi 5-15% pada orang dewasa normal dengan perbandingan laki-laki < wanita (6% : 13%).

Ada dua faktor penting dalam absorpsi zat besi yaitu Enhancing factor dan Inhibiting factor.
1. Enhancing factor:
a. Vitamin C
b. Daging, ikan dan unggas (MFP faktor)
c. Kondisi kebutuhan yang meningkat (hamil, pertumbuhan, defisiensi)
d. Gula
2. Inhibiting factor :
a. Fitat / oksalat
b. Antacid
c. Tannin / poliphenol
d. Kalsium dan phosphor
e. Motilitas usus yang meningkat
Kurangnya Fe dalam tubuh menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Hal ini berhubungan dengan fungsi Fe yang menunjang hidup bakteri imuno pada saluran pencernaan (usus) sehingga penderita anemia, khususnya anemia yang dikarenakan defisisensi besi. Kondisi ini menyebabkan penderita mudah terserang mikroorganisme. Manifestasinya, terjadi kenaikan suhu badan atau demam ringan. Faktor penting lain dari unsure besi dalam tubuh yaitu menunjang kerja limfosit T. Penurunan produksi limfosit mungkin dikarenakan defisiensi besi sehingga menyebabkan kemampuan sel makrofag darah menurun. Produksi limfosit dalam merespon mitogen dan kemampuan ribonuclease reductase juga menurun.
Mengenai defisiensi besi atau kurangnya besi untuk pembentukan Hb dalam tubuh sendiri dapat berakar dari asupan besi yang minim. Diketahui bahwa Samson tidak menyukai daging. Padahal daging merupakan sumber besi yang paling baik. Memang bukan yang paling banyak mengandung besi, tetapi yang paling baik karena faktor biologis yang dimiliki daging tinggi sehingga kandungan besi yang diabsorbsi tubuh banyak. Sebenarnya selain masalah asupan makan, kurangnya besi dalam tubuh dapat berasal dari masalah fisiologis tubuh yang kurang dapat mengabsorpsi Fe dari makanan, atau peningkatan kebutuhan Fe tubuh, atau juga karena perdarahan.
Masih terkait dengan defisiensi Fe, pada orang yang besinya kurang akan terjadi ganggaun pada kelenjar endokrinnya. Mekanismenya melalui terganggunya kerja enzyme monoaminaoksidese yang tugasnya mengurai serotonin. Akibat gangguan pada enzim ini, maka terjadi penumpukan serotonin. Serotonin kemudian dibawa ke hypothalamus dan terjadi penumpukan di kelenjar tersebut. Pada kelenjar hipotalamus terdapat rangsangan untuk muntah yg didahului dengan rasa mual ketika ada peningkatan serotonin. Mekanisme ini merujuk pada manifestasi mual yang dialami Samson. Perasaan mual ini akan menghalangi rangsang rasa lapar pada hipotalamus sehingga penderita merasa enggan untuk makan.
Pada anemia, selain kurangnya bahan pembentuk hemoglobin, juga terdapat kemungkinan ada kondisi patofisiolgis dan patologi dalam tubuh, seperti adanya hemolisis, gangguan ginjal, infeksi, gangguan endokrin, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada sumsum tulang yang menyebabkan penurunan jumlah eritrosit.
Manifestasi klinis pada gejala anemia sangat tergantung pada keefektifan kerja sel darah merah itu sendiri. Bila keefektifan sel darah merah menurun, maka pengiriman oksigen ke jaringan tubuh juga menurun. hal ini terkait dengan jumlah hemoglobin yang ada dalam darah. Salah satunya mekanisme transportasi oksigen ke otak. Mekanisme ini akan terganggu akibat jumlah Hb yang minim karena sebenarnya dalam darah Hb berperan sebagai pengangkut oksigen. Penurunan fungsi Hb sebagai pembawa oksigen ini mengakibatkan tidak terjadinya proses metabolism dalam sel otak. Akibatnya otak akan kekurangan oksigen untuk melakukan perannya sebagai pengontrol regulasi. Muncullah rasa kantuk dan kesulitan dalam konsentrasi. Kemudian, untuk mengatasi masalah kurangnya oksigen dalam tubuh, sel-sel dalam tubuh melakuakan respirasi anaerob yang kemudian menghasilkan asam laktat sehingga penderita mudah lelah.
Salah satu tanda yang khas terlihat dari anemia adalah pucat. Kondisi ini umumnya karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalakan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Penilaian kepucatan sendiri tidak dapat dilakuakan dengan menilai kulit penderita. Biasanya kepucatan dinilai dari bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa mulut, dan konjungtiva. Konjungtiva yang pucat cukup mendapat perhatian untuk mengarah pada gejala anemia.
Pada anemia, viskositas darah akan turun sehingga darah lebih encer. Kondisi ini akan meningkatkan kapasitas darah yang harus dipompa oleh jantung. Akibatnya curah jantung meningkat. Dengan kata lain kecepatan aliran udara dalam pembuluh darah meningkat sehingga menimbulkan suara bising pada jantung, disebut bising jantung. Pada anemia berat dapat terjadi gagal jantung kongesti karena otot jantung yang anoksi tidak dapat beradabtasi dengan beban jantung yang meningkat.
Hasil pemeriksaan fisik Samson diketahui tidak terdapat pembesaran hati (hepatomegali) maupun pembesaran limpa (splenomegali). Hasil ini menunjukkan bahwa anemia yang diderita Samson bukan anemia hemolitik. Pada anemia hemolitik hati harus bekerja ektra keras untuk memecah eritrosit yang bila dibiarkan akan menyebabkan pembesaran hati atau hepatomegali. Sedangkan pada kelenjar limpa, terdapat sel darah merah rapuh pada anemia hemolitik yang melewati kapiler sempit dalam kelenjar limpa. Sel darah merah rapuh ini pecah di dalam pembuluh tersebut dan meyumbat pembuluh tersebut sehingga terjadi pembesaran limpa (splenomegali). Dengan kata lain, Hepatomegali dan splenomegali dijadikan indikasi adanya peningkatan aktivitas organ tersebut yang berupa destruksi eritrosit berlebihan, infiltrasi leukosit, atau hemopoesis extrameduler akibat beban yang terlalu berat pada produksi eritrosit di sumsum tulang. Tidak munculnya kedua kelainan ini juga menunjukkan bahwa yang menyebabkan anemia besar kemungkinan bukan karena destruksi eritrosit yang abnormal ataupun gangguan pada sumsum tulang.
Bila penderita anemia tidak segera mendapat penanganan dapat mengarah ke anemia berat. Keadaan anemia yang berkepanjangan menyebabakan beberapa komplikasi yang mungkin muncul. Komplikasi anemia antara lain angia (nyeri dada) yang sering terjadi pada orang tua karena iskemia miokardium, gagal jantung, dispnea, sakit kepala, pusing, tinnitus, anoreksia, konstipasi atau diare, dan stomatitis serta gejala-gejala yang umumnya disebabkan karena defisisensi, salah satunya defisiensi besi.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa anemia yang dialami Samson dalam scenario cenderung mengarah pada anemia yang disebabkan pada defisiensi sebab tidak ditemukannya hepatomegali dan splenomegali. Oleh Karena itu penatalaksanan lebih merujuk untuk anemia defisisensi besi. Sebagai penatalaksanaannya pasien diberikan terapi yang tepat berupa :
1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi ini harus dilakukan agar anemia tidak kambuh lagi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti defisiensi besi dalam tubuh :
a. Besi per oral : obat yang efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia :
1) Ferrous Sulphat dengan dosis 3 x 200 mg
2) Ferrous Gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate, lebih mahal, dengan efektivitas dan efek samping yang sama.
*) pemberian oral besi lebih baik sebelum makan, saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan pemberian setelah makan.
b. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, dan harganya yang relative lebih mahal.
Indikasinya :
1) Intoleransi oral berat.
2) Kepatuhan berobat kurang.
3) Colitis ulserativa
4) Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex.
3. Pengobatan lain :
Diet , Vitamin C, Transfusi Darah

Perlunya suatu tindakan pencegahan yang terpadu untuk mengurangi tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat. Antara lain :
1. Pendidikan kesehatan, yaitu :
a. Kesehatan lingkungan, missal pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja
b. Penyuluhan gizi : mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik.
3. Suplementasi besi : Ibu hamil dan balita
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi.

Rabu, 02 Maret 2011

KELAINAN KELENJAR ENDOKRIN HIPERTIROID DI DAERAH ENDEMIK BESERTA MANIFESTASI KLINIS YANG DIMUNCULKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-hormon ini mengawal metabolisma (pengeluaran tenaga) manusia. Kerusakan atau kelainan pada kelenjar tiroid akan menyebabkan terganggunya sekresi hormon-hormon tiroid (T3 & T4), yang dimana dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dan kelainan bagi manusia. Kerusakan atau kelainan pada kelenjar tiroid disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk kasus hipotiroid, kelainan kelenjar tiroid disebabkan oleh defisiensi yodium, sedangkan untuk kasus hipertiroid disebabkan oleh adanya hiperplasia kelenjar tiroid sehingga sel-sel hiperplasia aktif mensekresikan hormon tiroid, dan kadar hormon tiroid dalam darah meningkat.
Penyakit hipotiroid dan hipertiroid memiliki penanganan yang berbeda-beda, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang mendalam tentang etiologi, patogenesis dan patofisiologi penyakit yang berhubungan kelenjar hypothalamus, hipofisis, thyroid, dan parathyroid, sehingga diagnosis yang tepat dapat ditegakkan.
Seorang wanita, usia 31 tahun, BB 40 kg, TB 160 cm, tinggal didaerah gondok endemis. Masyarakatnya terbiasa mengkonsumsi garam yang tidak beryodium. Dan di daerah tersebut banyak dijumpai anak-anak yang kerdil dan keterlambatan mental. Riwayat penyakit sekarang: dua tahun yang lalu pasien pernah berobat di Puskesmas dengan keluhan ada benjolan di leher depan teraba anas dan nyeri tekan. Enam bulan yang lalu pasien merasakan dada sering berdebar-debar dan badannya tetap kurus. Hasil pemeriksaan fisik jantungnyaa membesar, nadi 110 kali/menit, matanya exofthalmus, benjolan di leher difus, permukaan merata, konsistensi lunak, tidak nyeri dan mudah digerakkan. Pemeriksaan laboratorium TSHs <0,005µIU/ml, FT4 20µg/dl, FT3 15pg/dl, perhitungan dengan indeks waynes dan Newcastle semuanya meningkat.ultrasonografi tiroid semuanya ditemukan cyste serta kelenjar tiroid tampak padat. Kemudian oleh dokter, pasien diberikan obat anti-tiroid. Untuk mengetahui adanya keganasan pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan iodium radioaktif dan fineddle aspiration biopsy (FNAB).
Setelah berobat selama 1 tahun, dokter menganjurkan untuk dilakukan terapi pembedahan atau terapi radioaktif. Namun pasin menolak karena keterbatasan biaya. Pasien telah diberi penjelasan tentang efek samping operasi yang tidak diharapkan seperti : hipotiroid, hipoparatiroid atau hiperparatiroid dan bahkan dapat terjadi krisis tiroid.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme fisiologi hormon tiroid?
2. Apa hubungan antara masyarakat yang mengonsumsi garam tak beryodium dengan dijumpainya anak kerdil & retardasi mental ?
3. Bagaimana penyakit ini dapat memberi manifestasi pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti yang tertera dalam skenario ?
4. Apa perbedaan dari hipotiroid dan hipertiroid?
5. Bagaimana diagnosis yang tepat dari manifestasi – manifestasi yang telah didapatkan dari pasien?
6. Apa diagnosis banding dari pasien?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit yang diderita pasien?

C. Tujuan
1. Mengetahui fisiologi kelenjar tiroid dan hormon tiroid secara mendalam.
2. Mengetahui mekanisme hormon tiroid bagi tubuh manusia.
3. Mengetahui dampak yang muncul akibat kekurangan suatu zat.
4. Memahami penyakit – penyakit yang timbul dari kelainan kelenjar tiroid.
5. Dapat membedakan Hipotiroid dan Hipertiroid, sehingga dapat menegakkan diagnosis yang tepat.
6. Mampu menganalisis data – data pemeriksaan dalam mendiagnosis suatu penyakit.
7. Mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100 sampai 300 mikrometer) yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein triglobulin besar, yang mengandung hormone tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormone yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormone itu harus diabsorbsi kembali melalui eiptel folikel ke dalam darah sebelum dapat berfungsi dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri, yang merupakan suplai darah yang sama besarnya dengan bagian lain dalam tubuh, dengan pengecualian korteks adrenal.

B. Yodium
Untuk pembentuka tiroksin secara normal, tiap tahunnya kira-kira dibutuhkan 50 mg yodium yang ditelan dalam bentuk iodide, atau kira-kira 1 mg/minggu. Iodida yang ditelan peroral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam darah. Bisanya sebagian besar iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira 1/5nya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan dipergunakan untuk sintesis hormone tiroid.

C. Hormon Tiroid
Kira-kira 93% hormone-hormon aktif metabolise yang disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah triiodotironin. Akan tetapi, hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin. Secara kualitatif, fungsi kedua hormone sama, tapi berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikiti dan keberadaannya di dalam darah jauh lebih singkat daripada tiroksin.

D. Pembentukan Hormon Tiroid
Tahap pertama yang penting adalah perubahan ion iodide menjadi bentuk yodium yang teroksidasi yang selanjutnya mampu langsung berikatan dengan asam amino tirosin. Proses oksidasi yodium ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hydrogen peroksidase. Enzim peroksidase terletak di bagian apical membrane sel atau melekat pada membrane sel, sehingga menempatkan yodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada tempat molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari alat golgi dan melalui membrane sel masuk ke dalam penyimpanan koloid kelenjar tiroid. Bila sistem peroksidase ini terhambat, atau secara herediter tidak terdapat di dalam sel, maka kecepata pembentukan hormone tiroid turun sampai nol.
Pengikatan iodine dengan tiroglobulin disebut organifikasi tiroglobulin. Bahkan sewaktu masih dalam bentuk molekul, yodium yang sudah teroksidasi ini sudah berikatan langsung tetapi sangat lambat dengan asam amino tirosin. Di dalam sel-sel tiroid, yodium yang sudah teroksidasi itu berikatan langsung dengan enzim iodinase yang menyebabkan proses di atas dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Tirosin mula-mula diiodisasi menjadi monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diiodotirosin, kemudian selama beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari makin banyak jumlah diioditrosin yang bergandengan (coupling) satu sama lain yang menghasilkan molekul tiroksin yang masih dalam bagian tiroglobulin. Atau dapat juga terjadi penggandengan monoiodotirosin dengan diiodotirosin sehingga terbentuk triiodotironin (kira-kira 1/5 dari jumlah hormone akhir).
Efek defisiensi hormone tiroid belum akan terlihat hingga beberapa bulan karena tepat setelah hormone disintesis, hormone disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk menyuplai tubuh denga kebutuhan normal hormone tiroid selam 2 sampai 3 bulan.
E. Pelepasan dan Pengangkutan Hormon Tiroid
Sekitar 93% hormone tiroid yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid biasanya adalah tiroksin dan hanya 7% adalah triiodotironin. Tapi selama beberapa hari berikutnya separuh dari tiroksin secara perlahan dideionisasi menjadi triiodotironin tambahan. Oleh karena itu hormone yang akhirnya diangkat dan digunakan oleh jaringan terutama adalah triiodotironin, dengan jumlah kira-kira 35 mikrogram/hari.
Sewaktu memasuki darah, 99% hormone tersebut segera berikatan dengan beberapa protein plasma, yang semuanya disintesis oleh hati. Tiroksin dan triiodotironin ini terutama berikatan dengan globulin binding-tiroksin, tapi dalam jumlah lebih sedikit dengan prealbumin binding-tiroksin dan albumin.
Karena besarnya afinitas protein pengikat plasma terhadap hormone tiroksin, maka hormone ini dilepas secara lambat ke sel jaringan. Kira-kira setiap 6 hari, setengah dari jumlah tiroksin yang ada di dalam darah dilepaskan ke dalam sel-sel jaringan, sedangkan triiodotironi sekitar 1 hari karena afinitasnya rendah. Di dalam sel targetnya sendiri kedua hormone ini berikatan dengan protein intrasel (tiroksin berikatan lebih kuat). Hormon ini disimpan di dalam sel targetnya sendiri dan digunakan secara lambat selama berhari-hari atau berminggu-minggu. (kerja triiodotironin lebih cepat daripada tiroksin karena afinitasnya yang lebih rendah).

F. Fungsi hormon tiroid:
1. Meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen melalui aktivasi reseptor inti sel.
2. Meningkatkan aktivitas metabolisme selular melalui peningkatan jumlah dan aktivitas sel mitokondria dan peningkatan transport aktif ion-ion melalui membrane sel (Na+-K+-ATPase).
3. Berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan.
4. Efek-efek spesifik: Meningkatkan metabolisme karbohidrat dan pengangkutan lemak; menurunkan konsentrasi kolestrol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah namun meningkatkan asam lemak bebas; meningkatkan kebutuhan vitamin karena meningkatkan jumlah berbagai enzim tubuh; meningkatkan laju metabolism basal hingga 60-100% di atas nilai normal; menurunkan berat badan.
5. Kardiovaskuler: Meningkatkan aliran darah dan curah jantung, frekuensi denyut jantung, kekuatan denyut jantung akibat timbulnya katabolisme, menormalkan tekanan arteri.
6. Meningkatkan pernapasan.
7. Merangsang sistem saraf pusat
8. Menimbulkan reaksi otot dan tremor otot.
9. Membuat sulit tidur tapi menyebabkan kelelahan.
10. Meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.
11. Menstabilkan / menormalkan fungsi seksual.

G. TSH
TSH atau yag dikenal dengan Tirotropin yang disekresikan kelenjar hipofisis berfungsi meningkatkan sekresi oleh kelenjar tiroid.
Efek awal yang penting adalah pemberian TSH memulai proteolisis tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pelepasan tiroksin dan triiodotironin ke dalam darah.
Efek-efek yang ada disebabkan oleh second messenger sistem siklik adenosine monofosfat (cAMP) dalam sel. TSH berikatan dengan reseptor spesifik yang terdapat di bagian basal permukaan membrane sel yang menyebabkan teraktivasinya adenilil siklase yang ada di dalam membrane sehingga meningkatnya pembentukan cAMP di dalam sel. Akhirnya cAMP bekerja sebagai second messenger untuk mengaktifkan protein kinase yang menyebabkan banyak fosforilasi di seluruh sel sehingga timbul peningkatan hormone tiroid dan perpanjangan waktu pertumbuhan jaringan kelenjar tiroidnya sendiri.

H. Hipertiroidisme
Keadaan yang disebabkan oleh berlebihannya produksi hormon tiroid yang teriodinasi, produksi dan sekresi hormon tiroid meningkat akibat hiperfungsi kelenjar tiroid. Pada keadaan ini uptake yodium oleh kelenjar meningkat, ini dibuktikan dengan tes uptake yodium radioaktif selama 24 jam.
Pada kebanyakan pasien hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar 2-3 kali dari ukuran normalnya, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini sangat meningkat. Selain itu setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan yodium radioaktif menunjukan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormon tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Hipertiroidisme dapat timbul secara spontan atau akibat asupan hormone tiroid secara berlebihan. Terdapat 2 tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai, yaitu (1) penyakit Graves dan (2) goiter nodular toksik.
Gejala yang sering muncul adalah sangat mudah terangsang, intoleransi terhadap panas, berkeringat banyak, berat bada berkurang sedikit atau banyak, berbagai derajat keparahan diare, kelemahan otot, kecemasan atau kelainan psikis lainnya, rasa capai yang sangat, namun pasien tidak dapat tidur, dan tremor pada tangan. Manifestasi klinis khasnya adalah exofthalus, yaitu akibat pembengkakan pada jaringan retroorbita dan timbulnya perubahan degenerative pada otot-otot ekstraokular.

I. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah defisiensi aktivitas tiroid, ditandai dengan penurunan laju metabolisme basal, kelelahan, dan letargi; bila tidak diobati dapat berkembagn menjadi myxedema. Pada orang dewasa ini lebih sering mengenai wanita daripada pria, dan pada bayi dapat menyebabkan kretinisme. Disebut juga athyria, athyroidosis, hypothyrosis, thyroprivia, dan thyroid insufficiency.
Kretinisme merupakan suatu kondisi akibat hipotiroidisme ekstrem yang diderita janin, bayi, atau kanak-kanak yang ditandai dengan gagalnya pertumbuhan tubuh anak tersebut dan retardasi mental. Kretinisme bisa disembuhkan jika diobati sebelum terlambat yaitu dua minggu setelah kelahiran.
Miksedema adalah keadaan dimana asam hialorunat sangat meningkat dan bersama dengan kondroitin sulfat yang terikat dengan protein membentuk jaringan gel yang berlebihan di ruang interestrial dan jaringan gel ini menyebabkan jmlah total cairan interestrial meningkat. Ditandai dengan adanya pelonggaran di bawah mata dan pembengkakan di wajah.

BAB III
PEMBAHASAN

Dalam skenario kedua blok sistem endokrin ini ditemukan dua masalah, yaitu masalah primer berupa penyakit pasien (wanita berusia 31 tahun) yang berobat ke klinik endokrin dan metabolik RSUD Dr. Moewardi dan masalah sekunder yaitu banyak dijumpainya anak-anak kerdil dan keterlambatan mental di daerah gondok endemis.
Yang pertama akan dibahas dalam laporan ini adalah masalah primer, yaitu penyakit pasien. Berdasar keluhan, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium pasien, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami hipertiroid, suatu keadaan di mana terjadi produksi hormon tiroid secara berlebihan yang menimbulkan berbagai respons hipermetabolik dari jaringan-jaringan tubuh.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan TSHs < 0,005 VμIU/ml (menurun), FT4 20 μg/dl (meningkat), dan FT3 15 μg/dl (meningkat). Hasil pemeriksaan laboratorium ini dapat dijelaskan sebagai berikut. TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), suatu antibodi perangsang yang secara sembarangan diciptakan oleh tubuh pada keadaan autoimun Grave’s disease, berikatan dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid dan secara terus-menerus merangsang sekresi hormon tiroid (berupa T3 maupun T4) di luar sistem kontrol umpan balik negatif normal. Hal ini menyebabkan kadar hormon tiroid dalam plasma meningkat sehingga hipofisis anterior tidak terangsang untuk mensekresi TSH, yang menyebabkan kadar TSH menurun. Sebagai akibat interaksi TSI-reseptor TSH, TSI akan dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis.
Pada skenario juga disebutkan bahwa indeks Wayne meningkat. Indeks Wayne sendiri merupakan suatu checklist yang berisi ada atau tidaknya gejala-gejala, seperti palpitasi, mudah lelah, berat badan turun, dan lain-lain, dengan skor tersendiri untuk masing-masing gejala. Seorang pasien didiagnosis menderita hipertiroid apabila skor Inseks Wayne lebih dari 19. Adanya benjolan diffuse di leher depan dengan permukaan merata, konsistensi lunak, dan mudah digerakkan, serta kelenjar tiroid yang tampak padat juga merupakan gambaran klinis dari hipertiroid.
Hipermetabolik dari jaringan-jaringan tubuh pada pasien termanifestasi dengan dada sering berdebar, nadi 110 kali/menit (takikardia), mata exophtalmus, dan badan yang tetap kurus.
Yang pertama yaitu dada sering berdebar. Salah satu fungsi dari hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid yaitu adalah untuk mengatur kerja pada sistem kardiovaskuler. Hormon tiroid ini berfungsi untuk meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung meningkat. Dari skenario diketahui bahwa FT4 dan FT3 meningkat sehingga akan semakin meningkatkan denyut jantung sehingga dada akan sering berdebar-debar.
Yang kedua adalah badan tetap kurus. Salah satu efek dari hormon tiroid adalah berpengaruh terhadap laju metabolisme. Ini mengakibatkan peningkatan konsumsi bahan bakar daripada penyimpanan bahan bakar. Terjadi penurunan simpanan lemak dan penciutan otot akibat penguraian protein karena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan yang abnormal sehingga walaupun pasien banyak makan, tapi badan akan tetap kurus,
Ketiga adalah exopthalmus. Exopthalmus adalah suatu kondisi dimana bola mata menonjol keluar. Tanpa ada alasan yang terlalu jelas, dibelakang mata tertimbun karbohidrat kompleks yang menahan air. Retensi cairan di belakang mata mendorong bola mata kedepan, sehingga mata menonjol keluar dari tulang orbita. Kondisi seperti ini rentan terjadi ulkus kornea yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Dokter menyarankan pemeriksaan iodium radioaktif (tes ambilan yodium radioktif) untuk mengetahui adanya keganasan. Keganasan di sini maknanya adalah potensi untuk menjadi bersifat toksik atau menginvasi jaringan di sekitarnya. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah iodida. Sebagai contoh, mungkin terjadi peningkatan penyerapan secara difus di seluruh kelenjar (pada Grave’s desesase), peningkatan penyerapan di sebuah nodul (pada goiter nodular toksik), atau penurunan penyerapan (pada tiroiditis). Pasien menerima dosis iodium radioaktif yang akan ditangkap oleh tiroid dan dipekatkan setelah melewati 24 jam. Kemudian radioaktifitas yang ada dalam kelenjar tiroid tersebut dihitung. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga 35% dari dosis pemberian.
Untuk penatalaksanaan hipertiroid itu sendiri ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu faktor penyebab hipertiroid, umur penderita, berat ringannya penyakit, ada tidaknya penyakit lain yang menyertai, tanggapan penderita terhadap pengobatan yang akan dijalaninya, dan sarana diagnosis maupun pengalaman dari dokter itu sendiri. Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi itu sendiri meliputi pengobatan umum, pengobatan khusus, dan pengobatan dengan penyakit.
Pengobatan umum itu sendiri merupakan hal yang kecil tetapi sangat penting bagi penyembuhan penyakit hipertiroid, yaitu istirahat (diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak semakin meningkat), diet tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral (untuk mengatasi keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif), obat penenang (jika pasien mengalami kegelisahan juga diberikan psikoterapi).
Pengobatan khusus meliputi obat antitiroid, yodium, penyekat beta (Beta Blocker), ablasi kelenjar gondok. Pada tipe pengobatan ini, terapi yang lebih aman adalah dengan menggunakan antitiroid seperti propiltiourasil dan metimazol. Hal ini dapat mengurangi tindakan operatif beserta segala komplikasinya. Antitiroid dapat dikombinasikan dengan pemberian yodium radioaktif, yang merusak sel-sel sekretoris tiroid. Namun, terapi dengan pemberian yodium konsentrasi tinggi sudah mulai ditinggalkan karena kurang efektif, apalagi bila menjadi terapi tunggal hipertiroidisme.
Eksoftalmus dapat diterapi dengan istirahat berbaring terlentang, kepala lebih tinggi, mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau larutan metal selulose 5 %, menghindari iritasi mata dengan kaca mata hitam, dan tindakan operasi. Sedangkan prinsip utama terapi untuk krisis tiroid yang merupakan efek samping dari terapi pembedahan yaitu mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang terjadi. Untuk mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 - 4 mg tiap 4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg).
Penatalaksanaan yang paling efektif dalam kasus hipertiroid adalah pengangkatan sebagian kelenjar tiroid. Sebelum dilakukan pembedahan pasien dipersiapkan terlebih dahulu dengan pemberian propiltiourasil selama beberapa minggu. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kecepatan metabolisme basalnya kembali normal. Selanjutnya dilakukan pemberian iodide konsentrasi tinggi selama 1 sampai 2 minggu sebelum operasi agar ukuran kelenjarnya menyusut dengan sendirinya dan agar suplai darah berkurang. Namun, tindakan bedah ini mempunyai beberapa efek yang tidak diharapkan yang mungkin saja timbul, seperti hipotiroid, hipoparatiroid, atau hiperparatiroid. Karena itu, pilihan terapi yang lebih aman adalah dengan menggunakan antitiroid PTU maupun metimazol.
Selanjutnya, masalah sekunder berupa banyak dijumpainya anak-anak kerdil dan keterlambatan mental di daerah gondok endemis pada skenario ini juga perlu mendapat perhatian serius. Daerah gondok endemis adalah daerah yang tanah, air, dan pasokan makanannya hanya mengandung sedikit yodium, serta gondok terjadi pada lebih dari 10% populasi di suatu tempat.
Efek yang penting dari hormon tiroid adalah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pasca lahir. Bila janin tidak dapat menyekresi hormone tiroid dalam jumlah cukup maka akan berpengaruh pada pertumbuhan dan pematangan otak sebelum maupun sesudah dilahirkan. Akibatnya otak akan terbelakang dan tetap berukuran kecil daripada normal. Jikia tidak segera diberi pengobatan yang spesifik dengan hormon tiroid sesudah dilahirkan, maka bayi tersebut akan mengalami keterbelakangan mental yang permanen.
Kretinisme itu sendiri disebabkan oleh gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara congenital karena kelenjar tiroid yang gagal memproduksi hormone tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar atau karena kurangnya yodium dalam diet (kretinisme endemic). Biasanya pada saat bayi baru lahir penampilan fisiknya masih normal, tetapi lambat laun gerakan neonatusnya menjadi lamban dan pertumbuhan fisik serta mentalnya mulai sangat tertinggal. Jika pasien kretinisme tidak segera diobati dalam ±1-3 minggu setelah kelahiran, maka pertumbuhan mentalnya tetap menjadi terhambat secara permanen. Tetapi jika segera ditangani dengan memberikan yodium atau tiroksin yang adekuat, maka pertumbuhan fisiknya akan menjadi normal.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan tanda-tanda yang diperlihatkan pasien pada skenario kali ini, diagnosis yang paling tepat adalah hipertiroid. Tanda-tanda tersebut adalah berat badan turun, mudah terangsang, sering berdebar-debar, mata exopthalmus, TSHs turun, FT4 dan FT3 naik, point-point yang terdapat pada index waynes dan indeks new castle semuanya meningkat, pada ultrasonografi ditemukan kelenjar tiroid yang memadat dan adanya cystae.
2. Hiopertiroid adalah suatu keadaan yang abnormal pada kelenjar tyroid. Keabnormalan ini terjadi karena hiperfungsi kelenjar tiroid sehinga produksi dan sekresi hormone tiroid meningkat . hiperfungsi ini disebabkan oleh berbagai hal dan salah satunya adanya reaksi autoimun.
3. Interaksi antar hormon tiroid dengan hormone lain mempengaruhi kerja kelenjar endokrin. Selain itu kerja yodium sendiri dalam tubuh juga dipengaruhi oleh zat gizi lainnya.
4. Pada daerah defisisensi yodium atau endemik jarang terdapat hipertiroid tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terkena penyakit ini.
5. Pemeriksaan yang mungkin dapat dilakukan untuk mendiagnosis kelainan pada kelenjar tiroid antara lain pemeriksaan palpasi, pemeriksaan kadar FT3, TSHs, dan FT4, serta perhitungan dengan index waynes dan indeks new castle. Untuk lebih memastikan dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau CT-scan.
6. Terapi yang bisa dilakukan antara lain secara umum untuk pencegahan yaitu dengan cukup mengonsumsi yodium; menggunakan Obat Anti Tiroid (OAT) seperti propiltiourasil, tiourasil, dan metimazol; penghambat transfer ion iodide, seperti beta blocker; iodide; yodium radioaktif, dan pembedahan.
7. Sementara ini terapi yang paling efektif untuk menangani kelainan ini adalah pembedahan. Akan tetapi pembedahan ini perlu mendapat perhatian lebih baik sebelum dan setelah oprasi karena efek yang ditimbulkan. Efek tersebut antara lain hipotiroid, hipertiroid, dan krisis tiroid.

B. Saran
1. Selain menjaga pola hidup sehat pasien juga sebaiknya melakukan terapi penyembuhan secara teratur supaya efek samping yang berikan tidak terlalu besar.
2. Sebaiknya pasien tetap disarankan untuk melakukan salah satu terapi untuk penyembuhan. Mengenai biaya dapat disarankan untuk menggunakan kartu keluarg miskin yang diberikan pemerintah.
3. Terapi yang diberikan sebaiknya secara bertahap dan memiliki efek samping paling kecil yang disesuaikan dengan komplikasi yang mungkin timbul.
4. Memberikan penyuluhan semacam edukasi pada pasien dan keluarga mengenai pentingnya mengkonsumsi zat gizi secara seimbang terhadap kesehatan tubuh dan pola hidup sehat karena reaksi autoimun kemungkinan berasal dari keadaan yang kurang terjaganya pola hidup sehat dan pola konsumsi yang tidak seimbang.

DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005.Patofisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI