Selasa, 22 Maret 2011

pembahasan kelompok tutorial kuuu tentang ANEMIA

BAB II
PEMBAHASAN

Dari masalah dalam skenario, diagnosis tepat untuk Samson belum dapat ditentukan. Karena belum adanya data-data pemeriksaan laboratorium. Namun dari penurunan kadar Hemoglobin, dimungkinkan Samson mengalami defisiensi zat gizi besi. Defisiensi besi belum tentu selalu mengakibatkan anemia, karena dalam tubuh sendiri terdapat mekanisme yang menjaga tersedianya besi untuk sintesis hemoglobin jika besi tidak terdapat dalam diet. Jika defisiensi terlanjur dalam kondisi yang berat, baru akan menimbulkan gejala-gejala klinis anemia. Berikut ini adalah klasifikasi derajat defisiensi besi:
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum terganggu.
2. Eritropoiesis defisiensi besi : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis terganggu tapi belum timbul anemia secara laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong, dan menimbulkan gejala-gejala anemia.
Gejala-gejala anemia secara umum biasa disebut dengan sindrom anemia. Gejalanya yang muncul biasanya terjadi karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Keadaan ini biasanya baru muncul jika Hb < 7 gr/dl. 1. Rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan dyspepsia. 2. Pada pemeriksaan fisik terdapat pucat konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku. Sedangkan gejala khas pada anemia antara lain: 1. Anemia defisiensi besi a. Koilonychias : kuku sendok, rapuh, bergaris vertical, dan menjadi cekung mirip sendok. b. Atropi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatotitis angularis (cheilosis): peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak pucat keputihan. d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel faring e. Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida f. Pica : keinginan memakan bahan makanan yang tidak lazim 2. Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi B12. 3. Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, hepatomegali. 4. Anemia anaplastik : perdarahan dan tanda infeksi. Seperti yang telah disebutkan pula bahwa anemia bukanlah suatu penyakit tertentu melainkan suatu gejala atau kelainan patofisiologik yang mendasar yang diurai melalui kecermatan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Anemia merupakan suatu gejala yang ditimbulkan karena berkurangnya kuantitas sel darah merah hingga dibawah normal, berkurangnya kuantitas hemoglobin (Hb), dan volume packed red blood cell (hematokrit). Menyangkut scenario, dinyatakan bahwa Hb Samson 8 g/dl. Kadar Hb ini termasuk rendah. Hal ini mengacu pada anemia. Anak-anak umur 6 bulan sampai 6 tahun tergolong anemia bila kadar hemoglobinnya kurang dari 11 g/dl. Hb rendah ini terjadi karena penurunan jumlah hemoglobin. Salah satu penyeba turunnya hemoglobin adalah kurangnya asupan bahan pembuat hemoglobin, salah satunya adalah besi (Fe). Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya bahwa lebih dari dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin melalui mekanisme bessi ferro dalam saluran pencernaan. Zat besi merupakan zat gizi essensial dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi tidak hanya penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga untuk elemen penting lainnya (mioglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase). Penyerapan zat besi dalam tubuh berkisar antara < 1 - > 50%, dan bergantung pada mukosa intestine, kebutuhan tubuh, dietary content, bioavalibility, kecepatan produksi eritrocyte. Rata-rata absorbsi 5-15% pada orang dewasa normal dengan perbandingan laki-laki < wanita (6% : 13%).

Ada dua faktor penting dalam absorpsi zat besi yaitu Enhancing factor dan Inhibiting factor.
1. Enhancing factor:
a. Vitamin C
b. Daging, ikan dan unggas (MFP faktor)
c. Kondisi kebutuhan yang meningkat (hamil, pertumbuhan, defisiensi)
d. Gula
2. Inhibiting factor :
a. Fitat / oksalat
b. Antacid
c. Tannin / poliphenol
d. Kalsium dan phosphor
e. Motilitas usus yang meningkat
Kurangnya Fe dalam tubuh menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Hal ini berhubungan dengan fungsi Fe yang menunjang hidup bakteri imuno pada saluran pencernaan (usus) sehingga penderita anemia, khususnya anemia yang dikarenakan defisisensi besi. Kondisi ini menyebabkan penderita mudah terserang mikroorganisme. Manifestasinya, terjadi kenaikan suhu badan atau demam ringan. Faktor penting lain dari unsure besi dalam tubuh yaitu menunjang kerja limfosit T. Penurunan produksi limfosit mungkin dikarenakan defisiensi besi sehingga menyebabkan kemampuan sel makrofag darah menurun. Produksi limfosit dalam merespon mitogen dan kemampuan ribonuclease reductase juga menurun.
Mengenai defisiensi besi atau kurangnya besi untuk pembentukan Hb dalam tubuh sendiri dapat berakar dari asupan besi yang minim. Diketahui bahwa Samson tidak menyukai daging. Padahal daging merupakan sumber besi yang paling baik. Memang bukan yang paling banyak mengandung besi, tetapi yang paling baik karena faktor biologis yang dimiliki daging tinggi sehingga kandungan besi yang diabsorbsi tubuh banyak. Sebenarnya selain masalah asupan makan, kurangnya besi dalam tubuh dapat berasal dari masalah fisiologis tubuh yang kurang dapat mengabsorpsi Fe dari makanan, atau peningkatan kebutuhan Fe tubuh, atau juga karena perdarahan.
Masih terkait dengan defisiensi Fe, pada orang yang besinya kurang akan terjadi ganggaun pada kelenjar endokrinnya. Mekanismenya melalui terganggunya kerja enzyme monoaminaoksidese yang tugasnya mengurai serotonin. Akibat gangguan pada enzim ini, maka terjadi penumpukan serotonin. Serotonin kemudian dibawa ke hypothalamus dan terjadi penumpukan di kelenjar tersebut. Pada kelenjar hipotalamus terdapat rangsangan untuk muntah yg didahului dengan rasa mual ketika ada peningkatan serotonin. Mekanisme ini merujuk pada manifestasi mual yang dialami Samson. Perasaan mual ini akan menghalangi rangsang rasa lapar pada hipotalamus sehingga penderita merasa enggan untuk makan.
Pada anemia, selain kurangnya bahan pembentuk hemoglobin, juga terdapat kemungkinan ada kondisi patofisiolgis dan patologi dalam tubuh, seperti adanya hemolisis, gangguan ginjal, infeksi, gangguan endokrin, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada sumsum tulang yang menyebabkan penurunan jumlah eritrosit.
Manifestasi klinis pada gejala anemia sangat tergantung pada keefektifan kerja sel darah merah itu sendiri. Bila keefektifan sel darah merah menurun, maka pengiriman oksigen ke jaringan tubuh juga menurun. hal ini terkait dengan jumlah hemoglobin yang ada dalam darah. Salah satunya mekanisme transportasi oksigen ke otak. Mekanisme ini akan terganggu akibat jumlah Hb yang minim karena sebenarnya dalam darah Hb berperan sebagai pengangkut oksigen. Penurunan fungsi Hb sebagai pembawa oksigen ini mengakibatkan tidak terjadinya proses metabolism dalam sel otak. Akibatnya otak akan kekurangan oksigen untuk melakukan perannya sebagai pengontrol regulasi. Muncullah rasa kantuk dan kesulitan dalam konsentrasi. Kemudian, untuk mengatasi masalah kurangnya oksigen dalam tubuh, sel-sel dalam tubuh melakuakan respirasi anaerob yang kemudian menghasilkan asam laktat sehingga penderita mudah lelah.
Salah satu tanda yang khas terlihat dari anemia adalah pucat. Kondisi ini umumnya karena berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalakan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Penilaian kepucatan sendiri tidak dapat dilakuakan dengan menilai kulit penderita. Biasanya kepucatan dinilai dari bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa mulut, dan konjungtiva. Konjungtiva yang pucat cukup mendapat perhatian untuk mengarah pada gejala anemia.
Pada anemia, viskositas darah akan turun sehingga darah lebih encer. Kondisi ini akan meningkatkan kapasitas darah yang harus dipompa oleh jantung. Akibatnya curah jantung meningkat. Dengan kata lain kecepatan aliran udara dalam pembuluh darah meningkat sehingga menimbulkan suara bising pada jantung, disebut bising jantung. Pada anemia berat dapat terjadi gagal jantung kongesti karena otot jantung yang anoksi tidak dapat beradabtasi dengan beban jantung yang meningkat.
Hasil pemeriksaan fisik Samson diketahui tidak terdapat pembesaran hati (hepatomegali) maupun pembesaran limpa (splenomegali). Hasil ini menunjukkan bahwa anemia yang diderita Samson bukan anemia hemolitik. Pada anemia hemolitik hati harus bekerja ektra keras untuk memecah eritrosit yang bila dibiarkan akan menyebabkan pembesaran hati atau hepatomegali. Sedangkan pada kelenjar limpa, terdapat sel darah merah rapuh pada anemia hemolitik yang melewati kapiler sempit dalam kelenjar limpa. Sel darah merah rapuh ini pecah di dalam pembuluh tersebut dan meyumbat pembuluh tersebut sehingga terjadi pembesaran limpa (splenomegali). Dengan kata lain, Hepatomegali dan splenomegali dijadikan indikasi adanya peningkatan aktivitas organ tersebut yang berupa destruksi eritrosit berlebihan, infiltrasi leukosit, atau hemopoesis extrameduler akibat beban yang terlalu berat pada produksi eritrosit di sumsum tulang. Tidak munculnya kedua kelainan ini juga menunjukkan bahwa yang menyebabkan anemia besar kemungkinan bukan karena destruksi eritrosit yang abnormal ataupun gangguan pada sumsum tulang.
Bila penderita anemia tidak segera mendapat penanganan dapat mengarah ke anemia berat. Keadaan anemia yang berkepanjangan menyebabakan beberapa komplikasi yang mungkin muncul. Komplikasi anemia antara lain angia (nyeri dada) yang sering terjadi pada orang tua karena iskemia miokardium, gagal jantung, dispnea, sakit kepala, pusing, tinnitus, anoreksia, konstipasi atau diare, dan stomatitis serta gejala-gejala yang umumnya disebabkan karena defisisensi, salah satunya defisiensi besi.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa anemia yang dialami Samson dalam scenario cenderung mengarah pada anemia yang disebabkan pada defisiensi sebab tidak ditemukannya hepatomegali dan splenomegali. Oleh Karena itu penatalaksanan lebih merujuk untuk anemia defisisensi besi. Sebagai penatalaksanaannya pasien diberikan terapi yang tepat berupa :
1. Terapi Kausal : tergantung penyebabnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi ini harus dilakukan agar anemia tidak kambuh lagi.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti defisiensi besi dalam tubuh :
a. Besi per oral : obat yang efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia :
1) Ferrous Sulphat dengan dosis 3 x 200 mg
2) Ferrous Gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous succinate, lebih mahal, dengan efektivitas dan efek samping yang sama.
*) pemberian oral besi lebih baik sebelum makan, saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibandingkan pemberian setelah makan.
b. Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, dan harganya yang relative lebih mahal.
Indikasinya :
1) Intoleransi oral berat.
2) Kepatuhan berobat kurang.
3) Colitis ulserativa
4) Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex.
3. Pengobatan lain :
Diet , Vitamin C, Transfusi Darah

Perlunya suatu tindakan pencegahan yang terpadu untuk mengurangi tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat. Antara lain :
1. Pendidikan kesehatan, yaitu :
a. Kesehatan lingkungan, missal pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja
b. Penyuluhan gizi : mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik.
3. Suplementasi besi : Ibu hamil dan balita
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi.

1 komentar:

she_luck mengatakan...

bagus bangetz.. mksih bs bntu bwt tugas tutorial q jg.. hihi